Oleh:
Nidia Zuraya
Pertama kali penerjemahan surah Alquran dilakukan ke dalam bahasa Persia.
Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat dan
petunjuk. Kitab suci umat Islam itu berfungsi sebagai petunjuk hidup
bagi seluruh umat manusia. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah
[2]:2, ‘’Kitab Alquran ini tak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang beriman.’’
Kitab suci Alquran diturunkan dalam bahasa Arab, namun agama Islam
tak hanya berkembang di Jazirah Arab, namun hingga ke seantero dunia.
Sejatinya, Alquran – sebagai kitab suci – tak hanya wajib dibaca, namun
juga dikaji, dipahami, dan diamalkan.
Perintah untuk mengkaji, memahami dan mengamalkan ayat-ayat Alquran
itu tercantum dalam surah Al-Qamar [54];17, ‘’Dan sesungguhnya telah
kami mudahkan Alquran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil
pelajaran.’’
Seiring berkembangnya ajaran Islam, maka muncullah keinginan dan
kesadaran untuk menerjemahkan Alquran ke dalam berbagai bahasa yang ada
di dunia. Upaya untuk menerjemahkan Alquran itu telah dimulai beberapa
belas abad silam – ketika Islam mulai menyebar ke berbagai benua —
bahkan pada saat Rasulullah SAW masih hidup.
Menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa lain bukanlah pekerjaan mudah.
Betapa tidak. Alquran merupakan mukjizat yang menggunakan bahasa
ilahiyah, yang tak mungkin dapat ditandingi manusia manapun.
‘’Menerjemahkan Alquran selalu menjadi sebuah problematika dan isu
yang sulit dalam teologi Islam. Karena Muslim menghormati Alquran
sebagai mukjizat dan tak bisa ditiru,’’ ujar Afnan Fatani (2006) dalam
“Translation and the Qur’an”. Terlebih, kata-kata dalam Alquran
memiliki berbagai arti tergantung pada konteks, sehingga untuk membuat
sebuah terjemahan yang akurat amatlah sulit.
Menerjemahkan Alquran bukanlah usaha untuk menduplikasi atau
mengganti teks Alquran yang asli. Kedudukan terjemahan dan tafsir yang
dihasilkan manusia tidak sama dengan Alquran itu sendiri. Keaslian dan
kemurnian Alquran dijaga oleh tangan Ilahi.
‘’Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya
kami benar-benar memeliharanya.’’ (QS Al-Hijr [15]:9). ‘’Usaha manusia
dalam menterjemahkan bahasa ilahiyah sangat tergantung pada kapasitas
manusia itu sendiri,’’ ungkap Ziyadul Ul Haq dalam bukunya Psikologi
Qurani.
Lalu sejak kapan upaya penerjemahan Alquran ke dalam bahasa lain
mulai dilakukan? Menurut Afnan Fatani (2006) dalam “Translation and the
Qur’an”. Upaya menerjemahkan ayat-ayat Alquran boleh dibilang pertama
kali dilakukan pada era Rasulullah SAW. Suatu hari, Nabi Muhammad pernah
berkirim surat kepada dua penguasa, yakni Kaisar Negus dari Abysssinia
dan Kaisar Heraclius dari Bizantium.
‘’Dalam surat itu, Rasulullah mencantumkan ayat-ayat dari Alquran,’’
papar Afnan. Dalam sebuah sarasehan ilmiah bertajuk ‘’Melacak Sejarah
Penerjemahan Alquran’’ yang diselenggarakan Universitas Islam Madinah Al
Munawwarah akhir 2007 lalu, terungkap bahwa pertama kali penerjemahan
surah Alquran dilakukan ke dalam bahasa Persia.
Guru Besar Sastra Arab Universitas Islam Madinah Al Munawwarah, Syekh
Tamir Salum, mengungkapkan, berdasarkan data sejarah, permintaan untuk
menerjemahkan Alquran diajukan oleh umat Islam dari Persia. Mereka
memohon kepada Salman Al-Farisi untuk menerjemahkan kepada mereka
beberapa ayat Alquran.
‘’Salman kemudian menerjemahkan untuk Muslim Persia tersebut surat
Al-Fatihah. Salman merupakan salah seorang sahabat Nabi SAW yang berasal
dari non-Arab. Ia berasal dari desa Ji di Isfahan, Persia,’’ papar
Syekh Salum. Menurut dia, terjemahan yang terbanyak dan diulang
berkali-kali adalah ke bahasa Melayu, Indonesia dan Turki.
Versi lengkap
Sedangkan, penerjemahan Alquran secara lengkap pertama kali dilakukan
pada 884 M di Alwar (Sindh, India sekarang bagian dari Pakistan).
Terjemahan Alquran tersebut, sebagaimana dikutip dari laman Wikipedia,
dibuat atas perintah Khalifah Abdullah bin Umar bin Abdul Aziz. Saat
itu, penguasa Hindu, Raja Mehruk memohon agar kitab suci umat Islam itu
diterjemahkan.
Sebuah terjemahan Alquran berbahasa Persia dari abad ke-11 M juga
telah ditemukan. Namun hingga saat ini tidak diketahui siapa pemilik
karya terjemahan yang diberi judul Qur’an Quds ini. Afnan menambahkan,
seorang cendekiawan terkemuka Shah Waliullah juga pernah menerjemahkan
Alquran secara lengkap kedalam bahasa Persia.
Sedangkan, Shah Rafiuddin dan Shah Abdul Qadir menerjemahkan Alquran
secara lengkap ke dalam bahasa Urdu. ‘’Pada 1936, barulah terdapat
terjemahan Alquran ke dalam 102 bahasa yang ada di dunia,’’ papar Afnan.
Syekh Salum memaparkan, Alquran telah diterjemahkan ke berbagai
bahasa Eropa dan disusul ke dalam bahasa bangsa-bangsa Asia. Namun, kata
dia, sangat disayangkan masih adanya perbedaan antara terjemahan
Alquran di negara-negara Asia dan Eropa.
‘’Perbedaan tersebut terjadi karena di Eropa banyak terjadi distorsi,
baik berupa penambahan atau pun pengurangan. Selain itu, orang-orang
Eropa menganggap Alquran sebagai teks biasa, tidak sama dengan
orang-orang Asia yang sangat menjunjung tinggi kesucian Alquran,’’ tutur
Syekh Salum.
Penerjemahan Alquran ke berbagai bahasa Afrika, ungkap Salum, baru
dilakukan pada saat para penjajah Barat datang ke benua hitam itu. Yang
melatarbelakangi upaya penerjemahan tersebut, kata dia, adanya desakan
dan permintaan kaum Muslimin Afrika karena kebutuhan yang mereka
rasakan.
Dibukukan
Upaya pembukuan karya terjemahan Alquran mulai dilakukan oleh
orang-orang Eropa pada abad ke-12 M. Adalah Kepala biara Gereja Cluny,
Petrus Agung atau Peter The Venerable asal Prancis, menurut el-Hurr
dalam tulisannya yang berjudul “Barat dan Alquran: Antara Ilmu dan
Tendensi”, yang pertama kali menerjemahkan Alquran secara tertulis pada
1143 M.
Dibantu seorang teolog abad pertengahan berkebangsaan Inggris,
Robertus Ketenensis atau juga dikenal dengan nama Robert dari Ketton,
dan Hermannus Dalmatin atau juga dikenal dengan nama Herman dari
Carinthia, Petrus Agung kemudian menerjemahkan teks Alquran ke dalam
bahasa Latin yang diberi judul ‘Lex Mahumet Pseudoprophete’.
Menurut el-Hurr, Petrus Agung menerjemahkan Alquran untuk mendapatkan
pengetahuan tentang kitab suci umat Islam yang pada zamannya menjadi
agama yang berkembang pesat di Andalusia, Spanyol. Salinan terjemahan
tersebut sekitar empat abad lamanya hanya dimiliki oleh pihak gereja
untuk dipelajari dan tidak diizinkan dicetak di luar gereja dengan
alasan supaya umat Kristen tidak mempunyai kesempatan mempelajari
Alquran terjemahan tersebut, hingga tidak akan ada penganut Kristen yang
murtad dari agamanya.
Pertengahan abad ke-16 M, tepatnya 1543, di bawah pengawasan seorang
berkebangsaan Swiss bernama Theodor Bibliander, terjemahan ini kemudian
dicetak ulang untuk pertama kalinya. Pada 1550, untuk kedua kalinya
terjemahan Alquran ini dicetak ke dalam tiga jilid, meskipun terdapat
banyak kesalahan dan kekeliruan yang tidak sedikit dalam terjemahan
karya Petrus itu.
Meski begitu, terjemahan Alquran karya Petrus tersebut dapat diterima
oleh bangsa Eropa, dan dalam waktu singkat menyebarluas di
tengah-tengah masyarakat non-Muslim.